🐑 4 Sifat Manusia Menurut Imam Ghazali

IlmuMenurut Imam Ghazali Oleh : Fejri Gasman* “Idza zaadani ‘ilman, zaadani fahman bijahly” (Imam Ghazali) Pendahuluan Al-‘Ilm Shifatul ‘Alim, Sepenggal kalimat yang bermakna bahwa Ilmu adalah merupakan sifat dari orang yang berilmu itu sendiri. Ilmu bukan berada didalam sutur tapi dia mestinya ada dalam shudur. Ruh Pembahasan tentang ruh adalah suatu pembahasan yang berkaitan dengan badan atau tubuh, dalam pembahasan ruh Ghazali membagi pengertian ruh menjadi dua bagian yaitu: Pertama Ruh adalah suatu tubuh yang lembut bersumber dari rongga hati jasmani manusia kemudian tersebar keseluruh pokok-pokok dari bagian tubuh yang menerangi cahaya SWT Dan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, karena itu dalam proses pendidikan menurut Imam Al-Ghazali hendaknya mampu mengembangkan karakter seperrti berpikir, keikhlasan, kesabaran, syukur, ketakutan dan harapan, kemurahan hati, kejujuran,cinta. Dalam pendidikan karakter nilai-nilai karakter lain yang harus Namalengkap Imam Al Ghazali adalah Abu Hamid Al Ghazali Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Ath Thusi. Selama hidupnya ia telah banyak menulis kitab. Kitabnya yang paling monumental adalah Ihya Ulumuddin.. Di samping itu, Al Ghazali juga menulis beberapa kitab risalah, yaitu Kimiya as-Sa’adah (Proses Kebahagiaan), Ayyuha al-Walad Sikaphumanistic ini sangat sejalan dengan alam demokrasi yang menuntut keadilan, kemanusiaan, kesederajatan, dan sebagainya. B. KONSEP PENDIDIKAN MENURUT AL GHAZALI. 1. TUJUAN PENDIDIKAN. Al-Ghazali mempunyai pandangan berbeda dengan kebanyakan ahli filsafat pendidikan Islam mengenai tujuan pendidikan. AlGhazali adalah orang yang pertama kali menggabungkan antara sufisme dan syari’ah dalam satu sistem. [2] Ia belajar ilmu pertama kali pada seorang sufi di negara Thus, kemudian ia pindah ke Jurjan dan Naisabur untuk belajar ilmu agama pada ulama besar yang termashur yaitu Imam al-Haramain Diya al-Din al-Juwaini, ia seorang direktur sekolah di Menurut _"AL IMAM AL GHAZALI"_ mengatakan bahwa _MANUSIA_ itu terbagi menjadi empat (4) golongan :* Mereka terdapat pada para pewaris Nabi dan Jenis Manusia yang paling baik. Jenis Manusia yang _memiliki kemapanan ilmu, dan dia tahu kalau dirinya itu berilmu,_ maka ia menggunakan ilmunya. Ia berusaha semaksimal mungkin agar ilmunya ImamAbu Hamid al-Ghazali adalah seseorang yang ada dalam literatur Islam yang telah diakui sebagai ulama’ sekaligus ilmuwan. Kecerdasan pemikirannya telah membuat kagum banyak orang, bukan saja dari kalangan umat Islam bahkan juga para cendikiawan Barat.1 Kitab Bidayat al-Hidayah karya Imam Abu Hamid al-Ghazali yang bergelar Sedangkanapabila muncul perbuatan buruk dan tercela, maka disebut sebagai akhlak yang buruk (hal 188). Akhlak tidak selalu tampak melalui perbuatan lahiriyah. Misalnya orang yang akhlaknya pemurah, namun tidak pernah memberi orang lain. Bisa jadi karena tidak memiliki harta untuk diberikan, atau karena ada penghalang lainnya. AmfM. Kultum Dzuhur disampaikan oleh Ustadz 4 empat Golongan Manusia Menurut Imam Al-GhazaliImam Al Ghazali membagi manusia menjadi empat 4 golongan;Pertama, Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri Seseorang yang Tahu berilmu, dan dia Tahu kalau dirinya Tahu.Orang ini bisa disebut alim = mengetahui. Kepada orang ini yang harus kita lakukan adalah mengikutinya. Apalagi kalau kita masih termasuk dalam golongan orang yang awam, yang masih butuh banyak diajari, maka sudah seharusnya kita mencari orang yang seperti ini, duduk bersama dengannya akan menjadi pengobat Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri Seseorang yang Tahu berilmu, tapi dia Tidak Tahu kalau dirinya Tahu.Untuk model ini, bolehlah kita sebut dia seumpama orang yang tengah tertidur. Sikap kita kepadanya membangunkan dia. Manusia yang memiliki ilmu dan kecakapan, tapi dia tidak pernah menyadari kalau dirinya memiliki ilmu dan kecakapan. Manusia jenis ini sering kita jumpai di sekeliling kita. Terkadang kita menemukan orang yang sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa, tapi ia tidak tahu kalau memiliki potensi. Karena keberadaan dia seakan gak berguna, selama dia belum bangun manusia ini sukses di dunia tapi rugi di Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri Seseorang yang tidak tahu tidak atau belum berilmu, tapi dia tahu alias sadar diri kalau dia tidak tahu.Menurut Imam Ghazali, jenis manusia ini masih tergolong baik. Sebab, ini jenis manusia yang bisa menyadari kekurangannnya. Ia bisa mengintropeksi dirinya dan bisa menempatkan dirinya di tempat yang sepantasnya. Karena dia tahu dirinya tidak berilmu, maka dia belajar itu, sangat diharapkan suatu saat dia bisa berilmu dan tahu kalau dirinya berilmu. Manusia seperti ini sengsara di dunia tapi bahagia di Rojulun Laa Yadri wa Laa Yadri Annahu Laa Yadri Seseorang yang Tidak Tahu tidak berilmu, dan dia Tidak Tahu kalau dirinya Tidak Tahu.Menurut Imam Ghazali, inilah adalah jenis manusia yang paling buruk. Ini jenis manusia yang selalu merasa mengerti, selalu merasa tahu, selalu merasa memiliki ilmu, padahal ia tidak tahu manusia jenis seperti ini susah disadarkan, kalau diingatkan ia akan membantah sebab ia merasa tahu atau merasa lebih tahu. Jenis manusia seperti ini, paling susah dicari kebaikannya. Manusia seperti ini dinilai tidak sukses di dunia, juga merugi di golongan ke empat ini disebut juga sebagai manusia jahil, apa itu jahil ?Secara bahasa, al-jahlu merupakan bentuk mashdar dari kata kerja jahila-yajhalu-jahlan, artinya lawan kata dari ilmu atau melakukan sesuatu tanpa ilmu tidak memiliki ilmu tentang kebenaran. Maka do’a yang disunnahkanpun tidak memakai kalimat Jahlu, tapi memakai kata Innasiina jika lupa bukan jika tidak tahu seperti contoh berikut رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَاYa Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalahJahil suatu posisi tidak di sukai oleh Allah SWT, sebagaimana masyarakat jahiliyah yang melarang kaum mendengarkan Al Qur’an dengan sungguh-sungguh karena kwartir terpengaruh dan masuk pada agama Islam karena mereka menganggap karya mereka lebih baik sangat baik, sedangkan Nabi Muhammad SAW tidak pernah mendapat SAW diberikan pendidikan dari yang Maha di tempat terpencil dan Ilmu yang Murni serta perbuatan yang dilakukan masyarakat jahiliyah diantaranya A. Menyembah berhala sebagai wasilah, menyembah malaikat sebagai anak Tuhan, bahkan menganggap Allah SWT bersekutu dengan Jin, bahkan orang yang dianggap Sholih pun disempah sebagai wasilah ini adalah perbuatan masyarakat jahiliyah yang jika masih ada di lingkungan kita, wajib kita luruskannya untuk kembali Meminum Khomr dan Mabuk-mabukan, Kata Khamar berasal dari bahasa arab, al-khamru, yang artinya satrusy syai’/penutup sesuatu, sesuatu yang bersifat menutup dan menghalangi. Anggur di permentasi dan ditutup serta disimpan sampai berubah menjadi minuman beralkohol, sehingga orang yang meminum mabuk, tertutup akal sehatnya tidak dapat membedakan baik maupun Melakukan perjudian Maisir,Kata Maisir dalam bahasa Arab arti secara harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Yang biasa juga disebut Melakukan perzinahan, dalam perzinaan pernikahan ala masyarakat jahiliyah memiliki bermacam-macam cara diantaranya terdapat 4 Bentuk Perkawinan pada Zaman Jahiliyah Selain mengokohkan bangunan tauhid, Islam juga hadir menyempurnakan ajaran-ajaran umat sebelumnya sekaligus menghapus tradisi-tradisi buruk mereka. Salah satunya adalah tradisi buruk dalam pernikahan masyarakat jahiliyah. Lantas seperti apakah tradisi dan praktik pernikahan di zaman jelang Nabi diutus itu? Dalam al-Hawi al-Kabir, al-Mawardi menuturkan, ada empat bentuk pernikahan pada zaman jahiliyah, yakni 1 pernikahan al-wilâdah, 2 pernikahan al-istibdhâ, 3 pernikahan al-rahth, dan 4 pernikahan al-râyahKeempat bentuk pernikahan ini berdasarkan hadits Aisyah yang diriwayatkan al-Bukhari dalam Shahîh-nya. أَنَّ النِّكَاحَ فِي الجَاهِلِيَّةِ كَانَ عَلَى أَرْبَعَةِ أَنْحَاءٍ فَنِكَاحٌ مِنْهَا نِكَاحُ النَّاسِ اليَوْمَ Artinya, “Sesungguhnya pernikahan pada zaman jahiliyah ada empat bentuk. Satu bentuk di antaranya adalah pernikahan seperti orang-orang sekarang,” HR al-Bukhari. Pertama, pernikahan al-wilâdah. Dalam pernikahan ini, seorang laki-laki atau seorang pemuda datang kepada orang tua sang gadis untuk melamarnya. Kemudian ia menikahinya disertai dengan pernikahan al-istibdhâ. Dalam pernikahan ini, seorang suami meminta istrinya pergi kepada laki-laki terpandang dan meminta dicampurinya. Setelah itu, si suami menjauhinya dan tidak menyentuhnya lagi hingga terlihat hamil oleh laki-laki tersebut. Hal itu dilakukan semata karena menginginkan keturunan yang bagus dan luhur. Ketiga, pernikahan al-rahth. Dalam pernikahan ini, sekelompok laki-laki—kurang dari sepuluh orang—bersama-sama menikahi satu orang perempuan dan mencampurinya. Setelah hamil dan melahirkan, si perempuan mengirim utusan kepada mereka. Tak ada satu pun di antara mereka yang menolak datang dan berkumpul. Di hadapan mereka, si perempuan mengatakan, “Kalian tahu apa yang terjadi di antara kalian denganku. Kini aku telah melahirkan. Dan ini adalah anakmu, hai fulan sambil menyebut namanya.” Si perempuan menasabkan anaknya kepada seorang laki-laki dan laki-laki itu tidak bisa pernikahan al-râyah. Dalam pernikahan ini, sejumlah laki-laki datang ke tempat para perempuan sundal. Sebagai tandanya, perempuan-perempuan itu menancapkan bendera al-râyah di depan pintu rumah mereka. Sehingga, siapa pun laki-laki yang melintas dan menginginkannya, tinggal masuk ke dalam rumah. Jika salah seorang perempuan itu hamil dan melahirkan, para laki-laki tadi akan dikumpulkan. Mereka akan membiarkan seorang qa’if, seorang yang pandai mengamati tanda-tanda anak dari turunan siapa. Setelah itu, sang qa’if akan menasabkan anak tersebut kepada seorang laki-laki yang juga disetujui si perempuan. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang bisa menolak anak bentuk-bentuk pernikahan pada zaman jahiliyah. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua sekaligus bisa menjauhi praktik-praktik pernikahan ala jahiliyah yang diharamkan syariatE. Perbuatan masyarakat jahiliyah juga wanita diwariskan bukan mendapatkan waris, bahwa janda dari orang yang meninggal itu dianggap sebagai warisan dan boleh berpindah tangan dari si ayah kepada Melakukan perbudakanG. Menjalankan praktik riba Riba merupakan penyakit ekonomi masyarakat yang telah dikenal lama dalam peradaban telah melarang memakan riba. Allah berfirman dalam QS An Nisaa ayat 160-161فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًاMaka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas memakan makanan yang baik-baik yang dahulunya dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah,وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًاdan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang di ayat lain dikatakan Allah SWT menghalalkan Jual beli dan mengharamkan riba. QS Al-Baqarah ayat 275الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَOrang-orang yang makan mengambil riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata berpendapat, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti dari mengambil riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu sebelum datang larangan; dan urusannya terserah kepada Allah. Orang yang kembali mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di bentuk-bentuk perbuatan yang seburuk-buruknya pada zaman jahiliyah. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua sekaligus bisa menjauhi praktik-praktik ala jahiliyah yang diharamkan syariat Agama bermanfaatNashrun minallah wafathun QoriibWabasyiril Mu’mininWassalamu’alaikum warahmatullahi wa barokatuh Abstrak Studi ini berusaha menggali dan memahami informasi secara mendalam tentang substansi pemikiran al-Ghazāli dan Sigmund Freud, sehingga dapat ditemukan interkoneksi dasar pemikiran konseptual keduanya tentang potensi manusia. Untuk memperoleh informasi yang tetap dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka studi ini menggunakan pendekatan normatif dan psikologis dengan menggali informasi gagasan kedua tokoh tentang potensi manusia melalui sumber-sumber teks yaitu karya-karya besar kedua tokoh dan literatur-literatur bersinggungan dengan pemikiran keduanya. Studi ini memperoleh kesimpulan bahwa Potensi manusia menurut al-Ghazāli menggunakan empat istilah qalb, ruh, nafs, dan 'aql dan Freud menggukan tiga istilah, id, ego, dan superego. Banyak perbedaan yang ditemukan dari konsep yang dibangun oleh al-Ghazāli dan Freud, Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran kedua tokoh sama-sama dipengaruhi oleh filsafat dan dalam hal hakikat manusia dan perkembangan perilakunya, keduanya mengakui adanya substansi immateri pada manusia dan potensi tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan Kata Kunci interkoneksi, al-Ghazāli, Sigmund Freud, manusia. Abstract This study seeks to explore and understand the information in depth about the substance of thought of al-Ghazāli and Sigmund Freud, so that interconnection can be found the basis of both conceptual thinking about human potential. To obtain information that remains and can be accounted for scientifically, this study used a normative and psychological approach by digging the information the ideas of both figures about human potential through the sources of the text of the works of both figures and literature tangent to the thoughts of both. The study concluded that The human potential according to al-Ghazāli uses four terms qalb, ruh, nafs, and 'aql and Freud uses three terms, id, ego, and superego. Many differences are found from the concepts constructed by al-Ghazāli and Freud. However, it is undeniable that the thinking of both figures is equally influenced by philosophy and in terms of human nature and the development of its behavior both recognize the existence of an immaterial substance in humans and that potential can Influenced by the environment. A. Pendahuluan Manusia adalah makhluk yang di dalam tubuhnya terdapat potensi untuk mencintai, merindu dan merasa, diberi akal untuk berpikir dan bereaksi serta KONTEKSTUALITA Seseorang yang mengetahui dan sadar bahwa dirinya mengetahui, itulah orang yang Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali membagi manusia menjadi empat macam. Sosok yang bergelar “Hujjatul Islam” ini mengelompokkan macam-macam manusia berdasarkan kapasitas keilmuan mereka. Imam Al-Ghazali juga memberikan tips bagaimana menghadapi orang-orang dalam kitab “Ihya Uluum al-Diin” juz 1 halaman 80, Imam Al-Ghazali menukil dari ungkapan Syekh Kholil bin Ahmad. Hujjatul Islam mengelompokkan manusia menjadi empat, yaituقَالَ الْخَلِيْلُ بن أَحْمَدُ الرِّجَالُ أَرْبَعَةٌ، رَجُلٌ يَدْرِيْ وَيَدْرِيْ أَنَّهُ يَدْرِيْ فَذٰلِكَ عَالِمٌ فَاتَّبِعُوْهُ، وَرَجُلٌ يَدْرِيْ وَلاَ يَدْرِيْ أَنَّهُ يَدْرِيْ فَذٰلِكَ نَائِمٌ فَأَيْقِظُوْهُ، وَرَجُلٌ لَا يَدْرِيْ وَيَدْرِيْ أَنَّهُ لَا يَدْرِيْ فَذٰلِكَ مُسْتَرْشِدٌ فَأَرْشِدُوْهُ، وَرَجُلٌ لَا يَدْرِيْ أَنَّهُ لَا يَدْرِيْ فَذٰلِكَ جَاهِلٌ فَارْفِضُوْهُ. إحياء علوم الدين، ج 1، ص 80Syekh Al-Kholil bin Ahmad berkata “Manusia itu ada empat, 1 Seseorang yang mengetahui dan sadar bahwa dirinya mengetahui, itulah orang yang berilmu, maka ikutilah. 2 Seseorang yang mengetahui dan tidak sadar bahwa dirinya mengetahui, itulah orang yang tidur, maka bangunkanlah. 3 Seseorang yang tidak mengetahui dan sadar bahwa dirinya tidak mengetahui, itulah orang yang mencari petunjuk atau bimbingan, maka tujukkanlah atau bimbinglah. 4 Seseorang yang tidak mengetahui dan tidak sadar bahwa dirinya tidak mengetahui, itulah orang bodoh, maka tolaklah hentikanlah.Adapun tipe orang yang pertama رَجُلٌ يَدْرِيْ وَيَدْرِيْ أَنَّهُ يَدْرِيْ فَذٰلِكَ عَالِمٌ فَاتَّبِعُوْهُ, itu merupakan orang yang berilmu. Ini adalah tipe yang terbaik, ia memiliki kapasitas ilmu yang memadai. Ia sadar bahwa dirinya berilmu dan berkewajiban mengamalkan ilmunya agar bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Tips menghadapi orang ini, yaitu dengan mengikutinya. Tipe orang kedua وَرَجُلٌ يَدْرِيْ وَلاَ يَدْرِيْ أَنَّهُ يَدْرِيْ فَذٰلِكَ نَائِمٌ فَأَيْقِظُوْهُ, di dalam riwayat yang lain berbunyi فذلك غافل فنبهوه yang berati “itulah orang yang lalai, maka sadarkanlah dia”. Tipe orang kedua ini sering kita jumpai. Ia memiliki ilmu, akan tetapi ia tidak menyadari bahwa dirinya memiliki ilmu. Banyak orang disekitar kita yang memiliki potensi yang luar biasa, akab tetapi ia tidak tahu bahwa dirinya memiliki potensi. Keberadaan orang ini seakan-akan tidak berguna, sebelum dirinya bangun dan sadar dari tidurnya dan kelalaiannya. Tips kita menghadapi orang ini, yaitu dengan membangunkan dari tidurnya dan menyadarkan dari orang ketiga وَرَجُلٌ لَا يَدْرِيْ وَيَدْرِيْ أَنَّهُ لَا يَدْرِيْ فَذٰلِكَ مُسْتَرْشِدٌ فَأَرْشِدُوْهُ, tipe orang ketiga ini tergolong manusia yang baik. Ia sadar bahwa dirinya memiliki kekurangan. Dengan kesadaran yang dimiliki, ia melakukan intropeksi diri dan menempatkan dirinya di tempat yang pantas baginya. Karena dia sadar dan tahu bahwa dia tidak berilmu, maka dia belajar, belajar dan belajar. Dengan belajar, suatu saat dia menaikkan derajatnya menjadi tipe orang yang berilmu dan sadar kalau dirinya berilmu. Tip menghadapi orang ini, yaitu dengan memberikan bimbingan dan petunjuk tipe orang yang terakhir وَرَجُلٌ لَا يَدْرِيْ أَنَّهُ لَا يَدْرِيْ فَذٰلِكَ جَاهِلٌ فَارْفِضُوْهُ., Imam Al-Ghozali menjelaskan bahwa tipe orang ini merupakan yang paling buruk. Pasalnya, ia selalu merasa mengetahui, selalu merasa mengerti, selalu merasa mempunyai ilmu, padahal ia tidak mengerti apa-apa. Manusia yang seperti ini susah untuk disadarkan, kalau diingatkan dia akan membantah. Sebab dirinya merasa lebih mengetahui dan mengerti. Tips menghadapi orang ini, yaitu dengan berhati-hati kepadanya dan menghetikan mengetahui tipe manusia di atas, mari kita intropeksi diri kita masing-masing. Di kelompok manakah diri kita berada?Semoga bermanfaat dan barokah. Aamiin.

4 sifat manusia menurut imam ghazali